JAKARTA, AmanMakmur —Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin meminta pemerintah dan DPR untuk mengkaji ulang rencana menaikkan pajak hiburan sebesar 40-75 persen dalam Undang-undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Menurutnya, kenaikan pajak sebesar itu kurang adil bagi pelaku industri dan masyarakat pengguna jasa hiburan tersebut. Kebijakan ini berpotensi mengganggu perkembangan industri hiburan dan kreativitas anak muda Indonesia.
“Pada prinsipnya kami sangat mendukung kebijakan pemerintah terkait inovasi dan reformasi untuk meningkatkan penerimaan pajak guna pemulihan ekonomi. Kami selalu berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam mendorong peningkatan tax ratio dan penguatan HKPD”, ujar Sultan melalui keterangan resminya, Jumat (19/1/2024).
Meski demikian, sambungnya, pemerintah diharapkan bisa bertindak secara proporsional dalam memberlakukan kebijakan penerimaan pajak. Jangan sampai kebijakan pajak ini justru menyebabkan industri hiburan menjadi sepi dan mati.
“Saya kira tarif tersebut adalah sangat tinggi jika dibanding dengan pajak serupa di negara-negara tetangga, seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina. Sehingga Dikhawatirkan akan mempengaruhi tingkat kunjungan wisatawan asing ke Indonesia”, tegas mantan Ketua HIPMI Bengkulu itu.
Oleh karena itu, kata Sultan, pemerintah sebaiknya fokus untuk melakukan perluasan basis pajak dan peningkatan pengawasan oleh pegawai pajak. Tidak ada urgensi bagi pemerintah untuk menaikkan pajak hiburan di tengah surplus penerimaan pajak selama 3 tahun terakhir.
Kisruh pajak hiburan saat ini muncul disebabkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
UU HKPD, tarif pajak kelompok diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa dikerek jadi 40 persen-75 persen. Padahal, aturan sebelumnya, yakni UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tidak mencantumkan batas bawah pajak hiburan kelompok tersebut.
(Rel/dpd)