
PADANG, AmanMakmur —Saat ini, setelah 24 tahun lebih semenjak berdiri pada tanggal 4 Oktober 1999, Kabupaten Kepulauan Mentawai masih berstatus daerah 3T, yakni Tertinggal, Terdepan dan Terluar.
Untuk itu, Cornelius Sabailatty SH, selaku Tokoh Masyarakat Mentawai, berharap kabupaten yang terletak di pantai barat Sumatera itu cukup 2T saja, Terdepan dan Terluar. Sementara untuk T, Tertinggal, jangan.
“Makanya perlu perhatian khusus terhadap Mentawai agar bisa keluar dari status daerah Tertinggal tersebut. Apakah perhatian dari provinsi maupun dari pemerintah pusat,” ujar Cornelius, saat jadi narasumber di acara Dinamika Publik radio Padang FM dengan tema; Membangun Mentawai dengan Kearifan Lokal, Rabu (17/1/2024).
Cornelius yang turut menjadi pelaku sejarah berdirinya Kabupaten Kepulauan Mentawai melihat persoalan komunikasi merupakan kuncinya.
Bagaimana Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai mampu membangun komunikasi dengan Pemerintah Provinsi Sumbar dan pemerintah pusat dengan baik.
“Persoalan pembangunan itu kan tidak terlepas dari anggaran. Dan dengan kondisi geografis Mentawai yang merupakan daerah kepulauan, tentunya butuh biaya yang banyak. Inilah yang perlu dikomunikasikan dengan Pemprov Sumbar dan pemerintah pusat,” tutur Anggota DPRD Mentawai periode 2004-2009 ini.
Tetapi, ingatnya, dana-dana yang masuk ke Mentawai itu jangan kemana-mana pula perginya. Karena Cornelius melihat selama ini pengawasan terhadap anggaran pembangunan di Kabupaten Kepulauan Mentawai itu lemah. Hal ini ditandai dengan mencuatnya beberapa kasus korupsi besar di Mentawai.
Kemudian, Cornelius melihat persoalan pokok saat ini di Mentawai itu, bagaimana membangun infrastruktur jalan antar kecamatan ke kecamatan, dan antar desa yang satu ke desa yang lain.
“Jalan darat antar kecamatan dan desa yang representatif itu sangat penting untuk memperlancar keluarnya hasil bumi ke pelabuhan. Dan juga mempercepat mobilisasi masyarakat. Ini tentunya akan ikut meningkatkan perekonomian masyarakat Mentawai,” tutur Cornelius.

Hasil bumi Mentawai itu, sebut Cornelius, di antaranya pisang, pinang, kopra, petai, jengkol, keladi, dan banyak lainnya. “Bagi yang di pesisir pantai tentu mudah membawanya ke pelabuhan. Tapi bagi masyarakat yang di pedalaman, tentu membutuhkan waktu yang lama,” tukas alumni Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta ini, yang sekarang berprofesi sebagai pengacara (advokat).
Membangun Mentawai itu, kata Cornelius lagi, tidak harus dengan proyek-proyek yang mercusuar. Masyarakat Mentawai itu rata-rata menengah ke bawah, dan sentuhan pembangunan yang dilakukan itu berdasarkan kearifan lokal yang tidak muluk-muluk.
Ini disampaikan Cornelius, ketika diminta pendapatnya mengenai perencanaan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Sebenarnya kalau Mentawai itu dikelola dengan baik berdasarkan kearifan lokalnya, kata Cornelius, maka akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Tapi ini tidak.
Padahal yang telah dihasilkan oleh Mentawai itu dari dulu semuanya bernilai tinggi. Seperti kayu, manau (rotan), kopra, nilam, dan hasil laut yang kualitasnya ekspor. Apalagi pariwisatanya yang telah mendunia. Tapi semuanya seperti tak berbekas terhadap peningkatan perekonomian masyarakat Mentawai.
“Inilah yang menjadi perhatian ke depan. Mentawai harus punya leadership yang kuat, sehingganya mampu membangun Mentawai dengan baik,” pungkasnya
Adapun acara dialog Dinamika Publik Padang FM ini dipandu oleh Broadcaster Senior Jadwal Jalal dan Isa Kurniawan (Wartawan).
(ika)