Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil
(Penulis Lepas Yogyakarta)
PENULIS kali ini mengangkat tema bahasan tentang akal budi. Akal budi yang dimaksud adalah segala sesuatu yang melekat pada manusia yang digunakan untuk memahami, mengatakan, juga melakukan sesuatu.
Beranjak dari fenomena atau fakta yang terjadi, terutama berbagai fenomena yang mendunia, penulis mengangkat persoalan kejomplangan sebagai persoalan ide atau pemikiran.
Menjomplangkan maksudnya adalah; menjadikan akal budi tersebut tidak berfungsi secara tidak seimbang. Akal sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam diri manusia.
Arti menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan, termasuk dalam perbuatan atau dalam manusia melakukan suatu perbuatan.
Namun kenyataannya, seringkali terjadi tidak hanya dalam kehidupan sehari-hari, namun juga kejomplangan bahkan terjadi pada akal budi para pencetus atau para peletak dasar pemikiran atau ide-ide di Indonesia, khususnya sebelum akhirnya menyebar dan dikonsumsi oleh masyarakat luas.
Terlebih, tersedianya berbagai alat yang memfasilitasi terbukanya ruang gerak dan akses terhadapnya seperti media sosial, broadcasting video seperti postcast, dan lain sebagainya.
Kondisi ini membuat peluang persoalan ini semakin melebar dan akibat yang ditimbulkan pun semakin meluas.
Sebagai contoh kecenderungan para tokoh tersebut untuk menyeru mengedepankan akal ketimbang iman dalam melihat berbagai persoalan bangsa.
Mungkin tidak sepenuhnya, namun sikap atau usaha untuk meninggalkan iman di belakang dan lebih mengedepankan akal dalam melihat persoalan adalah dengan mengutamakan keinginan, hasrat, dan cenderung bersifat nafsu belaka
Parahnya ide ini seolah dipaksakan dan memaksa masyarakat umum untuk mengikutinya. Mengikuti jejak tokoh tersebut. Maksudnya bagaimana mungkin masyarakat menjadi mereka secara saklek? Baik latar belakang pendidikan, kehidupan pribadi, terlebih agama, ini lah bahayanya bahkan paling bahaya.
Maka, melalui artikel ini penulis sebagai sosok yang juga berpengalaman dalam dunia pemikiran khususnya filsafat dan keagamaan di lingkungan akademik mengingatkan bahwa penting untuk senantiasa mengedepankan iman dengan tidak senantiasa ya berusaha menjadikannya berada pada posisi Vis a Vis dengan akal.
Menjomplang-jomplangkan Akal Budi dengan mengedepankan atau sebut istilah mendewa-dewakan akal akal kekeliruan. Sebagaimana istilahnya, kejomplangan akal budi adalah salah. *)