Oleh: Isa Kurniawan
TAN MALAKA merupakan Pahlawan Nasional yang berasal dari Nagari Pandam Gadang Kecamatan Gunuang Omeh Kabupaten Limapuluh Kota Provinsi Sumatera Barat.
Namanya sebenarnya Ibrahim, sementara Tan Malaka adalah gelar datuk yang disandangnya sebagai penghulu di kaumnya.
Selama 30 tahun, dia terus menentang kolonialisme tanpa henti, mulai dari Pandam Gadang (Suliki), Bukittinggi, Batavia, Semarang, Yogya, Bandung, Kediri, Surabaya, sampai Amsterdam, Berlin, Moskwa, Amoy, Shanghai, Kanton, Manila, Saigon, Bangkok, Hong Kong, Singapura, Rangon, Penang, dan lainnya.
Bapak Republik ini, demikian Tan Malaka diberi julukan, perjuangannya untuk Indonesia Merdeka sangat lah fenomenal. Medan juangnya bukan saja sebatas di Tanah Air, tetapi juga di luar negeri.
****
Kalau Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota jeli, menjadikan Suliki Gunung Omeh, khususnya rumah kelahiran Tan Malaka di Pandam Gadang, sebagai destinasi wisata sejarah, tentunya akan banyak menarik wisatawan untuk berkunjung ke sana.
Bagaimana Pemkab Limapuluh Kota membangun museum dengan gedung dan lanskap yang representatif di Pandam Gadang dengan tetap mempertahankan surau dan rumah gadang Tan Malaka yang ada sekarang tentunya.
Saat berkunjung ke sana, wisatawan bisa mendapatkan informasi lengkap mengenai sosok dan perjuangan Tan Malaka, dalam bentuk galeri foto, dokumen-dokumen, buku-buku dan pemutaran film.
Kemudian berbagai iven digelar, mulai dari diskusi-diskusi, pagelaran seni dan budaya, serta gathering/temu akbar pengagum Tan Malaka dari seluruh dunia —setiap tahunnya.
Sebagai tanda masuk ke “Kampung Tan Malaka”, dalam bayangan saya, di simpang tiga Suliki yang sekarang ada replika tugu Monas diganti dengan patung Tan Malaka yang agak besar.
Adapun “Kampung Tan Malaka” ini, sekaligus untuk memberikan pesan kepada kaum muda di Limapuluh Kota dan Payakumbuh khususnya, dan Sumbar umumnya, bahwa di kampung mereka pernah lahir tokoh besar pergerakan di Republik ini.
Saya rasa ini bisa menginspirasi mereka, dulu saja Tan Malaka dengan segala keterbatasan sudah berjuang dan melalangbuana kemana-mana di dunia, sekarang kenapa tidak?
****
Pengagum Tan Malaka itu bukan sebatas di Indonesia saja, tetapi banyak juga di luar negeri. Mereka-mereka inilah yang akan berkunjung ke tanah kelahiran Tan Malaka di Pandam Gadang tersebut.
Kemudian anak-anak sekolah dan mahasiswa yang secara berombongan dengan didampingi guru/dosennya melakukan studi tur ke museum tersebut. Ini bukan sebatas siswa atau mahasiswa di Sumbar saja, melainkan Indonesia.
Selain ke Pandam Gadang, titik berikutnya sedikit ke atas ke Koto Tinggi ada pula wisata sejarah mengenai Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Datangnya wisatawan untuk berwisata sejarah tentunya berimplikasi terhadap perekonomian masyarakat.
Terbayang ndak oleh Pemkab Limapuluh Kota hal ini?
Memang sudah ada nama jalan Tan Malaka, mulai dari Payakumbuh ke Suliki —sekitar 25 km, tapi saya kira untuk Tan Malaka ini, Limapuluh Kota dan Payakumbuh (Gonjong Limo) jangan pernah setengah-setengah. Harus total! *)
Penulis adalah Anggota Gonjong Limo