Oleh: Adrian Tuswandi
PEMILU sebentar lagi (14 Februari 2024) kekuatan penyelenggara harus ditopang oleh semua stakeholder untuk membuka tingkat partisipasi dan membumikan Pemilu 2024.
KPU dan Bawaslu serta DKPP tidak bisa bekerja sendiri tanpa melibatkan berbagai stakeholder negeri, memopulerkan dan memviralkan Pemilu, penyelenggara seperti KPU dan Bawaslu harus membangun mitra strategis dengan pers.
Pemilu didasari UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ini menjadi dasar hukum kerja KPU, Bawaslu dan DKPP.
KPU sebagai lembaga penting penyelenggaraan Pemilu, melakoni banyak tahapan sampai ke pencoblosan dam penetapan hasil semua itu tentu menjadi hak masyarakat untuk tahu.
Pers bekerja berdasarkan UU 40 Tahun 1999 tentang Pers menjadi dasar wartawan bekerja, mencari, membuat dan menerbitkan berdasarkan keberimbangan, fakta tanpa mencampur-adukan opini dengan berita.
Seorang Pakar Hary Efendi Iskandar mengatakan di sebuah forum Personil Penyelenggara Pemilu harus ada yang berlatar belakang jurnalis.
Penulis yang selama ini intens mengeksplor tentang Pemilu merasakan bahwa news promosi atau publikasi kepemiluan di lembaga penyelengara pemilu terkesan hambar, jarang beritanya yang viral (khusus di Sumbar, red).
Penulis setuju dengan pernyataan pakar dari Unand itu, karena kekuatan news menjadi kunci naiknya angka partisipasi pemilih, juga menjadi jaminan penyelenggaraan pemilu mendapat trust masyarakat.
Sehingga itu, penyelenggaran pemilu harus mampu menggandeng pers di semua tahapan pemilu, akan lebih baik jika harapan pakar di atas unsur pers harus ada di lembaga pemilu di semua tingkatan.
Pers juga profesi yang netral, semua lembaga pers mengharamkan produk pers berpihak kepada kontestan pemilu, itu artinya senafas dengan kerja KPU, Bawaslu dan DKPP yang meletakkan ‘kitab’ netralitas di atas segala-galanya.
Ini penting karena asas pemilu adalah langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil menuju penyelenggaraan pemilu berkualitas dan bermartabat.
Pers adalah pilar keempat demokrasi, tentu tidak berpihak dalam memproduksi news-nya, jika dipaksakan tidak netral akan berdampak kepada pemilih di pemilu yang tidak terhipnotis oleh berita viral yang tidak netral. Bahkan bisa membuat pers itu dicampakkan publik pembaca dan pendengar dan penontonnya.
Jadi ketika penyelenggaran kuat dengan pers tentu bisa membantah viral tidak benar atau tidak berimbang, ingat iklim informasi kekinian sesuatu yang viral sudah dianggap benar, padahal informasi itu belum tentu dari sumber terpercaya dan dari fakta serta data yang benar.
Presiden Joko Widodo di Puncak HPN 2023 di Gedung Serba Guna Pemprov Sumatera Utara mengatakan peran pers dalam kuatnya demokrasi negeri penting!!!.
Karena kuatnya peran pers jangan sampai menjadi bancakan jurnalis dalam mengeksplor demokrasi itu sendiri.
Tidak dinafikan kalau pers juga sebuah industri, tapi dalam pemberitaan pemilu tentu harus menjadikan keberimbangan sebagai pagar api dari redaksi setiap media pers.
Kalau hanya orientasi uang tentu akan menjebak pers kepada ketak-netralitasan, KPU dan Bawaslu harus melihat pers tidak netral sebagai sebuah kerawanan di dunia jurnalistik kemanusiaan.
Masih menuju tahapan ke krusial masih ada waktu, KPU dan Bawaslu di Sumbar untuk harus membangun kemitraan strategis dengan pers.
Dan pers harus memastikan positioning dalam membangun demokrasi yang berkualitas dan bermartabat, bisa menjadikan news dari penyelenggaraan pemilu sebagai pemenuhan hak untuk tahu publik.
Selamat Hari Pers Nasional 2023, Mari jadikan Pemilu sebagai bagian dari penguatan demokrasi negeri.
Salam Pers.
Penulis adalah Wartawan Utama 933-LPDS
(Catatan : Tulisan yang sama sudah terbit di OPINI Harian Haluan)