PASAMAN BARAT, AmanMakmur—Pondok pesantren (ponpes) merupakan lembaga pendidikan yang memiliki ciri khas tersendiri. Pada kegiatan pembelajaran di ruang kelas belajar (RKB) yang ada, ponpes harus beda dengan pelaksanaan sistem pembelajaran di madrasah atau lembaga pendidikan agama dan keagamaan yang lain.
“Jika ada ponpes, ketika melaksanakan proses belajar dan mengajarnya masih sama dengan madrasah. Maka kita khawatir, keberadaan ponpes bersangkutan akan tertinggal dengan madrasah yang ada”, kata Muhammad Nur, Kepala Kantor Kementerian Agama Pasaman Barat, ketika membuka Pelatihan Di Wilayah Kerja (PDWK) tentang Pelatihan Teknis Manajemen Penyelenggaraan Pondok Pesantren se-Pasaman Barat di aula instansi yang dipimpinnya, Simpang Empat, Senin (13/2/2023).
Perbedaan mendasar antara ponpes dengan madrasah, terang kepala kantor, adalah adanya pembelajaran kitab standar atau keren disebut dengan belajar kitab kuning, seperti mempelajari kitab Ihya Ulumuddin, Riyadatus Shalihin, dan beberapa kitab standar yang lain. Salam itu, setiap santri selama mengikuti proses pembelajaran berada di asrama.
Selain jadi pemondokan bagi santri, ulas mantan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pariaman itu, waktu dan kesempatan mengikuti pembelajaran khusus pondok, makin banyak, sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
Karakteristik dan corak pesantren di Indonesia, ulas Muhammad Nur, bisa dilihat dengan beberapa hal, yaitu; satu, memakai sistem atau pola pendidikan secara tradisional, mempunyai kebebasan penuh dibanding dengan madrasah atau sekolah modern. Sehingga terjadi hubungan dua arah antara santri dengan ustad (kiyai)
Kedua, kehidupan di ponpes menampilkan semangat demokrasi, karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problem non kurikuler mereka.
Ketiga, sistem ponpes mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri dan keberanian.
Kemudian terakhir ke-empat, santri diajarkan beladiri, serta kegiatan seni dan olahraga
Menurut Muhammad Nur, keberadaan pondok di tempat kiyai bersama santrinya, adanya masjid tempat kegiatan belajar mengajar, adanya santri dan kiyai merupakan tokoh sentral dalam pesantren yang memberi pengajaran dan kitab-kitab Islam klasik.
Ponpes tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam masyarakat karena berhadapan dengan implikasi politis dan kultural yang menggambarkan sikap ulama-ulama Islam sepanjang sejarah.
Tokoh-tokohnya antara lain KH Hasyim As’ari, KH Ahmad Dahlan, KH Zaenal Mustofa, KH M Ilyas Ruhiyat, KH Ali Ma’shum, Sayyid Sulaiman, Kyai Itsbat, Syaikh Musthafa Husein Nasution, KH Ahmad Sahal, KH Zainuddin Fananie, KH Imam Zarkasy, dan lain-lain.
Akhir-akhir ini, tambah Muhammad Nur, eksistensi ponpes di Indonesia, terus maju dan berkembang. Hal itu, ditetapkannya setiap tanggal 20 Oktober pada setiap tahunnya sebagai Hari Santri.
Kepala Balai Diklat Keagamaan (BDK) Padang, diwakili Abdul Hukmi, menjelaskan, sebagai pelaksana dan penanggungjawab pelatihan, pihaknya terus berupaya memberikan yang terbaik untuk setiap peserta.
Pelatihan selama enam hari tersebut, akan berakhir pada Sabtu, 18 Februari 2023 minggu depan, berlangsung selama 50 jam pelajaran. Selama pelatihan, kepada peserta disuguhi materi dari widyaiswara BDK Padang, dan dari Kepala Kantor Kementerian Agama Pasaman Barat, Muhammad Nur.
(gmz)