JAKARTA, AmanMakmur —Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mendorong pemerintah untuk mewaspadai gejolak kenaikan harga dan ketersediaan stok beras di beberapa daerah saat ini.
Hal ini disampaikan Sultan agar gejolak harga akibat data stok beras yang tidak pasti ini tidak mengulangi fenomena kelangkaan minyak goreng yang menyebabkan kepanikan dan kehebohan publik di awal tahun lalu. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami meminta agar pemerintah meninjau kembali Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2022 tentang Neraca Komoditas.
“Kami melihat gejala kenaikan harga beras saat ini nyaris mirip dengan kenaikan harga minyak goreng secara ekstrem beberapa saat yang lalu. Dan publik tentu bisa menyimpulkan bahwa penyebab dari kenaikan harga beras ini merupakan bagian dari praktek kartelisasi komoditas yang merugikan masyarakat”, ungkap mantan Ketua HIPMI Bengkulu itu melalui keterangan resminya, Sabtu (21/1/2023).
Menurut Sultan, bebasnya aktivitas kartel bahan pangan dan komoditas strategis ini sedikit banyak diakibatkan oleh legitimasi dagang yang diberikan oleh pemerintah melalui PP Nomor 32 Tahun 2022 yang merupakan peraturan turunan UU Cipta Kerja. PP neraca komoditas tersebut kami nilai sangat berlebihan dalam memberikan kesempatan kepada pelaku usaha ekspor impor untuk menetapkan kuota impornya.
“Akibatnya, meskipun telah melalui serangkaian koordinasi dengan beberapa kementerian teknis, pelaku usaha akan cenderung secara sepihak mengatur tata niaga komoditas, agar jumlah ekspor impor sesuai atau setidaknya mendekati kuota yang telah mereka tetapkan di awal tahun. Hal inilah yang kami kira sangat menentukan tata niaga komoditas pangan kita sangat rapuh meskipun tidak tersentuh oleh krisis global”, tegasnya.
Lebih lanjut, senator muda asal Bengkulu itu berharap pemerintah konsisten mengarahkan kebijakan ekonomi nasional dengan memfokuskan anggaran dalam rangka penguatan spending better untuk efisiensi dan efektivitas belanja. Pemerintah tidak boleh menyerahkan urusan komoditas secara langsung kepada pelaku pasar yang cenderung ugal-ugalan.
“Peninjauan kembali terhadap PP 32 Tahun 2022 ini penting dilakukan karena kemampuan untuk mengumpulkan data yang reliabel dan akurat terkait produksi dan pasokan pertanian selalu menjadi permasalahan yang besar di Indonesia, seperti juga dihadapi oleh banyak negara lainnya. Pelaku usaha ekspor impor biasa tidak peduli dengan realitas data stok yang tersedia, karena data yang direkomendasikan berbeda-beda antara kementerian dan lembaga yang satu dengan yang lainnya”, tutupnya.
Harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta dan beberapa daerah lainnya naik signifikan karena stok yang menurun. Kenaikan harga sejumlah jenis beras ini sudah terjadi sejak tiga bulan yang lalu.
Anton, selaku pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang bahkan menyebutkan bahwa kenaikan harga beras ini menyebabkan omzetnya menurun sekitar 30 persen.
(Rel/dpd)