JAKARTA, AmanMakmur.com — Anggota Komite I DPD RI Abraham Liyanto mengusulkan agar pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tetap dilakukan bulan April seperti terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya. Alasannya, bulan April merupakan waktu yang baik untuk melaksanakan dua iven Pemilu tersebut.
“Idealnya tetap April seperti sebelum-sebelumnya. Itu waktu moderat,” kata Abraham, Rabu (1/12), di Jakarta.
Sebagaimana diketahui, KPU mengusulkan agar Pemilu serentak 2024 digelar bulan Februari. Alasannya, untuk memberi waktu bagi KPU dan Bawaslu menyiapkan penyelenggaraan Pilkada serentak bulan November 2024. Sementara pemerintah meminta Pemilu 2024 dilaksanakan bulan Mei. Alasannya, agar jarak antara pemungutan suara dengan pelantikan presiden tak terlalu lama.
Abraham tidak setuju dengan usulan KPU supaya Pemilu dimajukan ke bulan Februari. Alasannya, Februari masih bulan basah atau musim hujan. Pelaksanaan pemilu pada saat masih musim hujan sangat berisiko.
“Potensi banjir masih terjadi di bulan Februari. Bayangkan jika TPS (Tempat Pemungutan Suara) kebanjiran, fatal akibatnya. Atau pengiriman logistik dilakukan saat banjir atau ombak tinggi. Bisa tidak sampai di TPS,” jelas senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Dia juga tidak setuju dengan usulan pemerintah yang melaksanakan Pemilu pada bulan Mei. Alasannya, tidak memberi waktu yang cukup bagi penyelenggara untuk mempersiapkan Pilkada serentak bulan November 2024. Ketersediaan waktu yang singkat atau mepet bisa mengurangi kualitas hasil Pilkada.
“Jika Pemilu bulan Mei, berarti semua tahapan sampai sidang di Mahkamah Konstitusi baru selesai pada bulan Agustus, bahkan sampai September. Kapan pendaftaran calon Pilkada jika tahapan Pemilu sampai September? Kapan mereka kampanye? Mampu tidak penyelenggara mempersiapkan Pilkada karena baru saja selesai mengurus Pemilu serentak? Ini persoalan-persoalan yang harus dijawab,” tutur senator yang sudah tiga periode ini.
Ketua Kadin Provinsi NTT ini juga menyebut faktor lain yang harus dipikirkan pada Pemilu 2024 yaitu bahaya meninggalnya petugas seperti pada Pemilu 2019. Hal itu karena beban kerja yang sangat berat dan harus menyiapakan Pemilu dan Pilkada secara bersamaan.
Dia berharapa ada jeda waktu yang cukup antara Pemilu serentak dengan Pilkada serentak sehingga tidak menimbulkan korban jiwa bagi petugas. Pengalaman Pemilu 2019 yang menelan korban hingga 900 orang meninggal dunia harus menjadi pelajaran penting untuk Pemilu 2024.
Pemilik Universitas Citra Bangsa (UCB) Kupang ini menyebut waktu ideal untuk Pemilu serentak 2024 adalah bulan April. Paling cepat jika dimajukan pada pertengahan Maret. Alasannya, pada bulan-bulan tersebut, wilayah Indonesia sudah masuk bulan kering. Potensi terjadi kebanjiran saat coblos atau pengiriman logistik tidak akan terjadi.
Di sisi lain, tersedia cukup waktu bagi penyelenggara jika pemilu diselenggarakan bulan April atau pertengahan Maret. Dengan waktu tersebut, seluruh tahapan Pemilu serentak telah selesai sampai Juni atau Juli. Masuk bulan Agustus dilakukan pendaftaran calon Pilkada. Baru bulan September-Oktober sebagai waktu kampanye.
“Penyelenggara Pilkada tidak terlalu capek jika Pemilu serentak dilakukan bulan Maret atau April. Mereka masih punya waktu untuk persiapan Pilkada serentak. Jadi Pemilu serentak jangan bulan Februari, tetapi jangan pula bulan Mei. Ambil tengah-tengah saja,” tutup Abraham.
(Rel/dpd)