PADANG, AmanMakmur.com— Keterbukaan informasi publik terkadang menjadi momok bagi badan publik, karena ada semacam ketakutan terhadap terbukanya informasi yang ada, apalagi hal ini menyangkut informasi anggaran.
Soal informasi anggaran ini, kalau badan publik-nya “air mata”, biasanya terbuka saja informasinya, tetapi kalau “mata air”, sering ditutup-tutupi.
“Air mata maksudnya anggarannya sedikit, sedangkan mata air, anggarannya banyak,” ujar Adrian Tuswandi, Komisioner Komisi Informasi (KI) Sumbar, saat menjadi narasumber pada acara Bimbingan Teknis Jurnalistik, yang dilaksanakan Dinas Komunikasi, Informasi dan Statistik (Diskominfotik) Sumbar, Sabtu (27/11), di Pangeran Beach Hotel.
Padahal, lanjut Toaik, demikian Komisioner KI Sumbar 2 periode ini disapa, sudah lebih satu dekade semenjak adanya UU No 14 Tahun 2008 dan berlaku efektif 2010, keterbukaan informasi publik itu telah menjadi bagian dari transparansi pengelolaan badan publik, khususnya pemerintahan.
Saat ini, keterbukaan informasi publik itu sudah merupakan suatu keharusan. Apalagi bagi lembaga yang memakai anggaran negara, baik APBN maupun APBD, harus lah terbuka ke publik. “Bagi badan publik, sudah tidak masanya lagi menutup-nutupi informasi,” tukas Toaik.
Kemudian, Toaik menyampaikan bahwa jurnalis merupakan dua sisi mata uang dari keterbukaan informasi publik, dimana di satu sisi jurnalis bekerja di bawah UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers, dan sisi lainnya dalam tugasnya bisa memakai UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Acara diskusi yang dimoderatori Novrianto, Koordinator Forum Wartawan Parlemen-Sumatera Barat (FWP-SB) ini, turut menjadi narasumber Juhardio Anse, yang menyampaikan materi citizen journalist.
Jurnalis tivi Indosiar ini menyampaikan kisi-kisi mengenai teknis membuat konten / berita bagi masyarakat, atau netizen.
90 orang jurnalis, baik cetak, elektronik dan online, yang menjadi peserta bimtek, antusias mengikuti acara yang memakai pokir dari Anggota DPRD Sumbar Hidayat ini.
(Ika)