JAKARTA, AmanMakmur.com —Persoalan sengketa perbatasan antara Fakfak dan Bintuni akhirnya mengemuka kembali setelah Menteri Investasi/Kepala BKPM-RI, Bahlil Lahadalia mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan.
Dalam kunjungan kerja dan tatap muka bersama Bupati dan Forkopimda Kabupaten Fakfak, Bahlil mengatakan bahwa Pemda Kabupaten Fakfak, dalam hal ini Bupati dan Wakil Bupati, meminta dirinya untuk memfasilitasi pertemuan mereka dengan Mendagri Tito Karnavian, guna membahas tapal batas tersebut. Bahkan Bahlil menyatakan bahwa ia sudah menghubungi Mendagri terkait hal tersebut.
Menariknya, Bahlil dengan percaya diri mengatakan, “barang apa jadi, pabrik pupuk saja kita pindahkan, apalagi batas wilayah itu”.
Pernyataan ini menimbulkan kritik keras dari Bupati Teluk Bintuni, Petrus Kasihiw. Tak hanya Petrus, Senator Papua Barat, Filep Wamafma turut angkat bicara.
Menurutnya, pernyataan Menteri Investasi tersebut tidak etis lantaran menggampangkan persoalan tanpa melihat akar masalah yang terjadi di lapangan. Apalagi hal itu disampaikan di ruang publik.
Ditemui secara terpisah, Senator Papua Barat ini memberikan dukungan kepada Bupati Teluk Bintuni, sekaligus memberikan beberapa catatan hukum.
“Pertama, kita merujuk ke UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pasal 91 ayat (3) huruf c UU Pemda menegaskan bahwa salah satu tugas Gubernur ialah menyelesaikan perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar-Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. Pasal ini diperkuat oleh Pasal 370 ayat (1) yaitu dalam hal terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan antar-Daerah kabupaten/kota dalam satu Daerah provinsi, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyelesaikan perselisihan dimaksud. Jadi, sengketa antara daerah kabupaten, itu wewenangnya gubernur”, kata Filep.
Kedua, menurut Filep, bicara dalam konteks Otsus. Pasal 15 ayat (1) huruf a UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus menyebutkan bahwa tugas dan wewenang gubernur ialah melakukan koordinasi, pembinaan, pengawasan dan memfasilitasi kerja sama serta penyelesaian perselisihan atas penyelenggaraan pemerintahan antara provinsi dan kabupaten/kota dan antara kabupaten/kota.
“Kemudian dalam Pasal 70 ayat (1) diulangi secara sangat tegas yaitu bahwa perselisihan antara Kabupaten/Kota di dalam Provinsi Papua, diselesaikan secara musyawarah yang difasilitasi Pemerintah Provinsi”, imbuh Filep.
Frasa ‘diselesaikan secara musyawarah’, bermakna melibatkan masyarakat adat melalui musyawarah adat, karena masyarakat adat merupakan roh dari Papua. “Jadi, cukup mengagetkan bahwa Menteri Investasi ikut campur di sini. Tupoksinya terlalu jauh. Jangan salah masuk kamar,” katanya lagi.
Menurut politisi Papua Barat ini, kahadiran Menteri seharusnya memberikan solusi konkret yang tetap berpijak pada tugas dan wewenangnya. Ia pun meminta agar para Menteri tidak terlalu politis, seolah-olah memberikan harapan, padahal bukan merupakan ranah kerjanya.
Filep pun menekankan bahwa persoalan tapal batas Bintuni- Fakfak wajib memperhatikan kekerabatan sosial yang telah ada dan terpelihara dengan baik. Karena itu, pernyataan Menteri Bahlil sangat berpotensi memecah-belah masyarakat adat yang sudah ada jauh sebelum negara hadir.
“Tugas Pemerintah itu sebenarnya hanya sebagai fasilitator, bukan sebagai pelaku utama atau yang memutuskan semuanya. Masyarakat adat-lah yang menjadi aktor utama dalam segala hal, termasuk dalam persoalan perbatasan”, tutup Filep.
(Rel/dpd)