JAKARTA, AmanMakmur.com—Siapa yang tak kenal BP Tangguh, Perusahaan yang mengelola cadangan gas di Teluk Bintuni ini diketahui menjadi magnet berharga bagi perekonomian Papua Barat. Sejak 2009, perusahaan ini telah memiliki 2 train dengan kapasitas 3,8 juta ton per tahun. Train 3 yang akan beroperasi pada 2022 pasca pandemi, diperkirakan meningkatkan total kapasitas hingga 11,4 juta per tahun.
Bisa dibayangkan keuntungan yang akan diperoleh mengingat prediksi membaiknya harga migas.
Meskipun demikian, keluhan terkait penyerapan tenaga kerja lokal, menjadi masalah setiap tahunnya. Angka pengangguran di Papua dan Papua Barat masih tergolong cukup tinggi. Bahkan, Provinsi Papua dan Papua Barat merupakan provinsi termiskin di Indonesia.
Menanggapi hal ini, Senator Papua Barat, Dr Filep Wamafma angkat bicara. Ia Kembali menekankan agar setiap perusahaan memprioritaskan penyerapan tenaga kerja Orang Asli Papua (OAP).
“Tugas mendasar semua perusahaan maupun investor di Tanah Papua adalah memberikan kesempatan kerja kepada OAP, karena itulah spirit dari Otonomi Khusus,” kata Filep selaku wakil ketua I Komite I DPD RI, Jumat (20/8).
Sebagaimana diketahui, Kilang Tangguh Train 3 merupakan proyek Strategis Nasional yang diatur dalam Perpres Nomor 56 Tahun 2017, di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Untuk maksud itu pulalah maka di Kabupaten Teluk Bintuni didirikan Pusat Pelatihan Teknik Industri dan Migas Teluk Bintuni (P2TIM-TB), yang memang bertujuan menyediakan tenaga kerja lokal siap pakai bagi BP Tangguh.
P2TIM-TB telah melahirkan 489 tenaga kerja bersertifikasi nasional dan internasional pada tingkatan semi skill. P2TIM-TB seharusnya menyediakan tenaga kerja lokal yang mampu bersaing.
Namun kenyataannya, banyaknya keluhan yang mencuat mengenai pemilihan Tenaga Kerja Asing dan non OAP di BP Tangguh yang diprioritaskan, sementara OAP sebagai tuan rumah Kembali termarginalkan.
“Selama niat untuk membangun Papua tidak dikedepankan dan perusahaan hanya ingin mencari keuntungan, maka persoalan ini berat untuk direalisasikan. Kita tunggu keberpihakan Perusahaan terhadap OAP. Dan saya akan mengawal ini tercantum dalam PP turunan Otsus,” jelas senator Papua Barat ini.
Kenapa ini perlu dikawal di dalam PP, terang Filep, karena kebijakan investasi di Papua belum berpihak pada OAP. Hal inilah yang menyebabkan termarjinalkannya masyarakat OAP dari lapangan kerja itu sendiri. Maka peraturan pemerintah ini memberikan ruang kepada pemerintah daerah terkait kewenangan investasi di Tanah Papua.
“Hal itu akan diatur dalam peraturan pemerintah sehingga ada kepastian hukum terkait dengan rekrutmen tenaga kerja dan juga kebijakan-kebijakan investasi di Tanah Papua,” tambahnya lagi.
Filep menyayangkan banyaknya perusahaan di Papua tidak berdampak besar bagi kesejahteraan masyarakat. Kemiskinan masih merajalela diiringi angka pengangguran. Sebuah paradoksal yang terjadi bertahun-tahun.
(Rel/dpd)