PADANG, AmanMakmur.com—Rencana PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat (Bank Nagari) konversi dari konvensional ke syariah yang saat ini tengah dalam proses, masih menuai pro-kontra. Belakangan menguat wacana agar Bank Nagari melakukan spin-off, bukan konversi.
Perdebatan konversi Bank Nagari menjadi bank syariah tidak lepas dari analisis bagaimana gambaran kondisi atau kinerja bank ini ke depan. Apalagi konversi itu diperkirakan bakal mempengaruhi usaha bank yang sebagian besar sahamnya dimiliki pemerintah daerah ini.
“Banyaknya perdebatan baik pro dan kontra terkait konversi Bank Nagari tidak jauh dari mempersoalkan hitung-hitungan bisnis perbankan yang kurang prospektif jika Bank Nagari dikonversi menjadi bank syariah,” ujar Pengamat Ekonomi, Ronny P. Sasmita, seperti dilansir padek.jawapos.com, Jumat (18/6).
Direktur Eksekutif Economic Action (EconAct) Indonesia ini menambahkan bahwa bagi sebagian kalangan, rencana konversi dianggap akan mengecilkan masa depan Bank Nagari, karena konteks pasar perbankan hari ini dan ke depannya sangat dinamis. Belum tentu bisa menerima keberadaan Bank Nagari sebagai bank syariah.
“Akibatnya muncul ide atau solusi untuk menyarankan spin-off saja, di mana Bank Nagari sebagai bank konvensional tetap berjalan seperti biasa, sementara unit bisnis syariah pelan-pelan memperbesar diri sembari siap-siap untuk berdiri sendiri,” jelasnya.
Ronny menilai, rencana konversi Bank Nagari menjadi Bank Syariah hanya basa-basi agar bisnis perbankan bertemu dengan fakta kalangan nasabah muslim yang masih meragukan cara kerja bank konvensional.
Menurutnya, biarkan saja Bank Nagari sebagaimana adanya hari ini, kemudian pemerintahan yang baru sebaiknya membuat sesuatu yang baru yang benar-benar berdasarkan ekonomi syariah itu sendiri.
“Ekonomi syariah yang dimaksud atau bisa dibuat itu misalnya capital venture syariah atau koperasi syariah per kabupaten dan kota yang anggotanya jelas, dan ekosistem bisnis syariah lainnya,” tambah Ronny.
Dijelaskan, kehadiran bank syariah di manapun di dunia, bukan karena keberhasilan sintetik dari proses dialektika perbankan sebagai tesis dan syariah sebagai antitesis, lalu perbankan syariah sebagai sintesis.
Kehadiran bank syariah lebih karena faktor pasar yakni besarnya potensi nasabah dan pembiayaan bisnis di kalangan muslim, yang sebagian masih meragukan perbankan konvensional sebagai tempat menyimpan dana, mendapatkan dana, atau tempat berinvestasi produk-produk keuangan.
“Dengan kata lain, kalau memang benar-benar ingin bersyariah di sektor keuangan, maka tidak ada istilah bank syariah, karena lembaga perbankan itu sendiri sejak kelahirannya memang tidak akan cocok dengan prinsip syariah,” tukasnya.
Sementara itu, Walikota Pariaman Genius Umar mengungkapkan bahwa pihaknya sebenarnya lebih menyetujui tentang penerapan spin-off dibandingkan konversi Bank Nagari ke bank syariah.
“Intinya kalau saya sih spin-off. Bank konvensionalnya tetap ada, dan bank nagari syariah juga ada, jadi hal itu sama-sama berjalan dengan baik,” kata Genius yang juga salah satu kepala daerah pemegang saham Bank Nagari.
Ia menambahkan, apa yang telah dibangun sejak lama yakni Bank Nagari sebagai bank dengan penyertaan modal pemerintah daerah jangan “diganggu” dengan rencana konversi ke syariah tersebut.
Ia menyebutkan, jika konversi itu terealisasikan dikhawatirkan nantinya berpengaruh terhadap pendapatan daerah kabupaten dan kota dari deviden Bank Nagari karena diperkirakannya ada sebagian deposan atau nasabah lainnya yang tidak mau dengan rencana konversi tersebut.
Mereka berpikir ulang kembali apakah tetap mempertahankan dananya atau sebaliknya membawa keluar dananya dari bank kebanggaan masyarakat Sumbar ini.
“Jadi pilihan yang paling baik itu yakni spin-off, nah unit syariah ini kemudian harus go publik. Jadi, jangan hancurkan Bank Nagari yang sudah ada ini dengan rencana konversi ke syariah,” tukasnya.
(Putrie)
Sumber : padek.jawapos.com