ADA yang menarik dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2021. Kebangkitan literasi digital menuju 100 tahun Indonesia Merdeka tahun 2045, menjadikan momentum Harkitnas ini penting untuk direnungi, diresapi, dinarasikan, dan digerakkan. Salah satu momentum kebangkitan digital yang akan dilakukan adalah migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital atau yang dikenal dengan analog switch off (ASO) 2022.
Pelaksanaan migrasi penyiaran analog ke digital ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pada pasal 72 Undang-Undang Cipta Kerja tersebut mengatur beberapa perubahan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Di antara perubahan itu, menyisipkan Pasal 60A di antara Pasal 60 dan Pasal 61, yang menjadi dasar hukum migrasi penyiaran dari teknologi analog ke digital tersebut.
Pasal 60A berbunyi; (1) Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital; (2) Migrasi penyiaran televisi terestrial dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penghentian siaran analog (analog switch off) diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun sejak dimulai berlakunya Undang-Undang ini; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Membaca pasal 60A tersebut, setidaknya ada dua hal yang bakal dilakukan dalam kebangkitan industri digital terkait penyiaran, terutama televisi. Pertama, penyelenggaraan penyiaran harus mengikuti perkembangan teknologi. Artinya, melalui migrasi analog ke digital ini, akan memberi ruang kepada kecepatan internet akibat pengurangan penggunaan frekuensi yang selama ini dipakai untuk siaran televisi analog. Ada berkah bagi kecepatan internet yang menjadi tumpuan perkembangan teknologi melalui migrasi ini.
Namun, perlu diingat juga, televisi digital itu tidak sama dengan internet, sebab masih banyak yang beranggapan televisi digital itu internet. Dalam migrasi siaran televisi digital ini, ada beberapa sisi yang perlu dilihat. Sisi pemerintah, lembaga penyiaran, industri elektronik, dan masyarakat/penonton. Dari sisi pemerintah, televisi digital ini, salah satunya akan membantu program pemerintah dalam akses internet cepat. Karena frekuensi yang selama ini dipakai untuk televisi analog akan dimanfaatkan untuk jaringan 5G. Dengan demikian, daerah-daerah yang selama ini blank spot bisa mengakses teknologi informasi. Di samping itu, juga membantu perkembangan bisnis online atau marketplace, yang makin popular di masyarakat.
Kemudian, dari sisi lembaga penyiaran, migrasi digital ini akan memberikan peluang bagi pertumbuhan televisi-televisi baru. Dengan demikian, ada konten-konten baru yang akan membuka ruang kreatifitas lembaga penyiaran untuk menggaet penonton dan pengiklan.
Begitu juga, dengan industri elektronik hingga jaringan distribusinya, dimana tidak lagi memproduksi dan menjual televisi analog, tetapi televisi digital. Sementara itu, untuk produk-produk yang terlanjur analog, akan memunculkan produk baru berupa set top box sebagai media untuk menjadikannya televisi digital. Produk set top box ini akan menggeliatkan industri elektronik, serta jaringan distribusinya hingga toko-toko elektronik di daerah-daerah. Tentu memberi keuntungan finansial bagi pelaku industri dan penjualannya. Karena mau tidak mau, masyarakat yang televisinya masih analag akan membeli alat tersebut.
Selanjutnya, masyarakat atau penonton. Melalui migrasi televisi analog ke digital ini, masyarakat akan memiliki banyak pilihan konten siaran dan gambar yang jernih. Di samping itu, proses ini juga memiliki dampak bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, migrasi ke digital ini harus didukung oleh semua pihak, sehingga apa yang diharapkan dan diinginkan bisa tercapai.
Kedua, pada Pasal 60A ayat (2), disebutkan penghentian siaran analog atau analog switch off diselesaikan paling lambat 2 tahun sejak berlakunya undang-undang ini. Artinya, penghentian siaran televisi analog ini paling lambat 2 November 2022. Dalam waktu lebih kurang 1,5 tahun pemerintah dan lembaga penyiaran harus menyelesaikan segala infrastruktur yang dibutuhkan untuk pemindahan ini. Termasuk, sosialisasi kepada masyarakat, yang sampai saat ini masih banyak yang belum tahu tentang televisi digital ini. Untuk itu, migrasi televisi analog ke digital ini sebuah kerja besar yang melibatkan semua unsur untuk saling berkolaborasi, sehingga apa yang dicita-citakan dari perpindahan atau transformasi ini bisa dicapai.
Momentum Hari Kebangkitan Nasional, merupakan momentum kedua setelah Hari Penyiaran pada 1 April lalu, untuk menarasikan dan menggerakkan migrasi penyiaran televisi analog ke televisi digital. Semua kita harus mengambil momentum ini untuk kebangkitan era digital menuju 100 tahun Indonesia Merdeka pada 2045 nanti. Mari! *)
Penulis adalah Ketua Forum Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (FJKIP) Sumbar