JAKARTA, AmanMakmur.com —Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendukung rencana Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim yang akan menerbitkan Peraturan Mendikbud (Permendikbud) mengenai isu kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Senator asal Jawa Timur ini menilai Permendikbud bisa melindungi masa depan generasi muda Indonesia. Terlebih, banyak kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang tidak terpublikasi.
“Sekecil apapun bentuknya, kekerasan seksual dapat mengancam masa depan anak didik. Oleh karena itu, masa depan anak-anak, remaja, serta seluruh generasi muda harus kita selamatkan dari kasus-kasus amoral yang berdampak secara psikologis dalam jangka waktu yang relatif panjang,” tutur LaNyalla, Kamis (29/4).
Namun, ia mengingatkan agar Permendikbud kekerasan seksual yang sedang dalam penyelarasan hukum dan regulasi tidak tumpang tindih dengan peraturan lainnya.
“Permendikbud ini harus jelas dan gamblang dalam penanganan kasus-kasus amoral di lingkungan sekolah dan kampus, baik dari sisi pencegahan, pendampingan, dan juga penerapan hukuman bagi pelaku,” ujarnya.
Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur itu juga mengimbau agar Kemendikbud menerima masukan dan melibatkan pemerhati asusila serta stakeholder terkait dalam menyusun permendikbud tersebut.
“Agar kajian Permendikbud menjadi lebih komprehensif, libatkan para pakar seperti dari Komnas Perempuan, KPAI, Komnas Perlindungan Anak, kalangan hukum, Polri, pakar kesehatan anak dan psikologi,” imbau LaNyalla.
Lulusan Universitas Brawijaya Malang ini menilai legislatif pun perlu memberikan pendampingan dalam penyusunan Permendikbud yang cukup sensitif tersebut.
LaNyalla mengatakan DPD juga akan memantau pembentukan Permendikbud Kekerasan Seksual.
“Saya akan meminta Komite III DPD yang membidangi urusan pendidikan, kesehatan serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak untuk ikut mengawal Permendikbud ini,” ucapnya.
Ditambahkannya, Permendikbud yang sedang disusun harus membuat lingkungan pendidikan zero tolerance kekerasan seksual.
Mantan Ketua Umum PSSI ini pun meminta agar Kemendikbud melakukan sosialisasi yang masif mengenai Permendikbud Kekerasan Seksual. Dengan demikian korban-korban yang mengalami kekerasan seksual di lingkungan pendidikan bisa segera melaporkan dan mendapat pertolongan.
“Setiap kasus asusila harus menjadi perhatian semua pihak, termasuk di lingkungan pendidikan untuk penyelamatan masa depan anak dan perempuan. Jangan ada lagi istilah tabu dalam menyampaikan hal ini,” pungkasnya.
Berdasarkan data Kompas Perempuan, dari tahun 2015 hingga 2020, ada 51 kasus kekerasan seksual di lembaga pendidikan.
Meski begitu, laporan tersebut dianggap tidak mencerminkan realitas di lapangan. Jumlah tersebut diperkirakan lebih besar karena banyak kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang tidak dilaporkan.
(Rel/dpd)