JAKARTA, AmanMakmur.com —Produk kelautan dan perikanan Indonesia semakin merambah pasar ekspor. Terkini, sebanyak 11.000 kilogram atau 11 ton komoditas perikanan dari Bintan, Kepulauan Riau, menjangkau Singapura.
Adapun komoditas yang diekspor ke Negeri Singa tersebut terdiri dari white snapper/anggoli fillet, white snapper/anggoli half head, white snapper/anggoli tail, Spanish mackerel/batang fillet dan grouper minch meat.
Dimana kegiatan yang mengusung tema “Indonesia Satu Ekspor” ini terlaksana pada Jumat (23/4) berkat sinergi antara Balai KIPM Tanjungpinang dengan pemerintah daerah, instansi terkait dan pelaku usaha. Dengan kerja sama, pihaknya melakukan terobosan agar logistik tidak terhambat dan ikan hasil laut RI menembus pasar internasional.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin memberikan apresiasi terhadap dukungan pemerintah dalam pembangunan sektor kelautan serta perikanan Indonesia.
Melalui keterangan resminya, Senin (26/4/), senator muda asal Bengkulu tersebut juga mendorong potensi ikan tuna dapat menjadi primadona ekspor Indonesia.
“Indonesia adalah negara kepulauan terluas di dunia. Dan kita memiliki luas wilayah laut yang dapat dikelola sebesar 5,8 juta km2. Jadi sektor maritim (kelautan) seharusnya sangat strategis bagi pembangunan ekonomi Indonesia”, ujarnya.
Hanya saja, lanjut Sultan, selama ini sektor kelautan kita masih kurang mendapat perhatian serius bila dibandingkan dengan sektor daratan. Padahal jika potensi pembangunan (ekonomi) kelautan Indonesia dikelola dengan inovatif dan baik, maka dapat menjadi salah satu sumber modal utama pembangunan, dan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan masyarakat Indonesia.
Sebagai contoh tidak optimalnya pemanfaatan sumber daya laut yang kita miliki seperti laut Bengkulu yang memiliki potensi ikan tuna mencapai 364 ribu ton per tahun. Dari jumlah tersebut hanya 64 ton saja yang mampu diambil oleh nelayan.
“Data yang saya sampaikan merupakan hasil riset sejumlah dosen dan mahasiswa di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Ada potensi tuna sekitar 23 – 32 ribu ton per tahun. Dari jumlah itu hanya 64 ton yang mampu diambil oleh nelayan karena keterbatasan,” ujar Sultan.
Lanjut Sultan, kegiatan pemanfaatan dan penangkapan tuna masih bersifat tradisional dan skala kecil. Sedangkan menurut data BPS mencatat bahwa volume ekspor tuna nasional 2019 hanya 184.130 ton atau hanya menguasai sebesar 4,6 persen pangsa ekspor tuna global.
Melihat potensi yang luar biasa tersebut, terangnya, seharusnya potensi ikan tuna di perairan Bengkulu dapat menjadi komoditi unggulan sektor kelautan dan perikanan untuk pasar ekspor.
“Hanya saja selama ini nelayan kita masih memiliki banyak keterbatasan dalam memaksimalkan potensi tersebut, seperti hasil penelitian yang dilakukan, yaitu; armada penangkapan ikan tuna yang dilakukan dengan perahu motor tempel berukuran kecil, alat tangkap hanya berupa pancing tegak (pancing boya), tidak ada dukungan fasilitas modal, aspek handling dan processing“, tambahnya.
Terdapat beberapa jenis ikan tuna di perairan Bengkulu, tuna sirip kuning, tuna mata besar, tuna albacore dan tuna sirip biru potensi perikanan tuna di Provinsi Bengkulu cukup besar, terutama di perairan Kabupaten Kaur. Dan berdasarkan lintasan migrasi tahunan ikan tuna, di perairan Pulau Enggano juga diperkirakan memiliki potensi ikan tuna yang cukup besar pula.
Jadi, lanjut Sultan, pemerintah daerah Kaur harus menggagas konsep “blue economic”, yang di dalamnya terdapat konsep yang komprehensif dalam membangun sektor kelautan dan perikanan disana. Dan dalam mewujudkannya akan sangat membutuhkan perhatian dari pemerintah pusat.
“Harus ada konsep yang utuh dari sistem pengolahan hulu hingga hilir, dari dukungan alat tangkap, fasilitas fisik pendukung, hingga masuk ke proses industrialisasinya. Dan ini bisa dilaksanakan apabila kepentingan pemerintah daerah dapat bersinergis terhadap pemerintah pusat”, tegasnya.
Ekspor ikan tuna Indonesia selama 25 tahun terakhir ini memiliki pertumbuhan rata-rata yang positif dengan laju pertumbuhan rata rata volume sebesar 6.03 persen dan 11.79 persen untuk laju pertumbuhan nilainya. Pasar ikan tuna terbesar di dunia saat ini adalah Jepang, Amerika Serikat dan Uni Eropa. Ekspor ikan tuna ke Jepang sebesar 27 persen, dan ke Amerika Serikat 17 persen sedangkan ke Uni Eropa juga cukup besar volume dan nilainya yaitu sebesar 12 persen (FAO, 2006).
Di kawasan ASEAN, Indonesia menempati urutan kedua sebagai negara produsen ikan tuna setelah Thailand. Hal ini disebabkan perbedaan tingkat eksploitasi baik dari segi jumlah maupun teknologi penggunaan alat tangkap. Mengingat bahwa perairan Indonesia masih luas maka peluang untuk meningkatkan produksi masih besar dan itu berarti juga peluang untuk meningkatkan ekspor sebagai penambah devisa negara juga besar.
“Jadi ke depan dalam waktu dekat kita akan segera berkirim surat kepada kementerian Kelautan dan Perikanan dan mengajak pemerintah Kabupaten Kaur untuk berkoordinasi terkait masalah ini, khususnya dukungan dalam menjadikan Kabupaten Kaur sebagai salah satu sentra produsen dan industri ikan tuna yang nantinya akan berdampak positif kepada kehidupan masyarakat disana, khususnya para nelayan. Sayang sekali jika potensi sebesar ini tidak mampu dimanfaatkan untuk kesejahteraan orang banyak”, tutupnya.
(Rel/dpd)